Judul Asli : Pidato Ilmiah Guru Besar : Kontribusi Seismologi Pada Riset dan Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami
BANDUNG, itb.ac.id - "Serangkaian bencana gempa dan tsunami pada tahun-tahun terakhir ini menegaskan bahwa kita hidup di wilayah yang rawan akan gempa dan tsunami." ujar Prof. Nanang T.Puspito saat menyampaikan pidato ilmiah pada Jumat (25/06/10) di Balai Pertemuan Ilmiah ITB. Pidato ilmiah yang berjudul "Kontribusi Seismologi Pada Riset dan Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami" ini membahas mengenai seismologi dan tsunami, kontribusi pada riset tsunami, dan kontribusi pada mitigasi bencana.
Dua puluh lima persen bencana alam yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh gempa. Dan data statistik menunjukkan bahwa Kepulauan Indonesia setiap dua-tiga tahun sekali terjadi gempa yang menyebabkan tsunami. Bencana gempa dan tsunami ini mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, kerugian materi, rusaknya sarana prasarana, hingga rusaknya lingkungan hidup. Dipastikan bahwa bencana gempa dan tsunami selalu mengancam wilayah Kepulauan Indonesia, karena Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang sangat kompleks dan aktif.
Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa. Pada saat ini tantangan terbesar dalam Seismologi adalah prediksi gempa yang saat ini belum terselesaikan. Sejauh ini penelitian baru sampai di studi prekursor gempa atau tanda-tanda awal gempa. Salah satu contoh studi prekursor gempa adalah ditemukan adanya anomali Total Electron Content (TEC) di ionosfer di atas enam stasiun pengamatan di Sumatera pada saat lima hari sebelum terjadinya gempa Aceh (26/12/04).
Tsunami yang terjadi diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu tsunami lokal dan tsunami global. Tsunami lokal adalah tsunami yang dampaknya bersifat lokal terbatas pada area tertentu dan jarak antara sumber dengan pantai relatif dekat. Sedangkan tsunami global adalah tsunamai yang dampaknya meluas hingga melintas benua. Pada tsunami lokal, waktu yang diperlukan antara 10-50 menit berbeda dengan tsunami lokal yang waktu tempuhnya bisa sampai 24 jam.
Kontribusi Pada Riset dan Mitigasi
Menurut Prof. Nanang T.Puspito telah terjadi 184 tsunami dari tahun 1600 hingga 2007 di Indonesia. Dari data-data tersebut dibuatlah suatu simpulan bahwa 92% tsunami dibangkitkan oleh gempa dengan magnitud yang lebih besar dari 6 skala richter dan 55% disebabkan oleh gempa lebih dari 7 skala richter. Selain itu dibuatlah suatu pemodelan tsunami, salah satu contohnya adalah pemodelan tsunami Aceh yang memerlukan waktu 15-25 menit untuk menjalarnya gelombang tsunami ke pantai barat Sumatra.
Pemerintah Indonesia memprogramkan Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) setelah mengalami tsunami Aceh yang memakan ratusan ribu jiwa. Sebagian besar tsunami di Indonesia memakan waktu tempuh 5-40 menit untuk penjalaran gelombang, oleh karena itu dibuatlah suatu peringatan tsunami yang akan diberitahukan pada masyarakat setelah 5 menit gempa. Desain Ina-TEWS sendiri terdiri dari empat komponen utana yaitu sistem pemantau gempa, sistem pemantau muka air laut, basis data simulasi tsunami dan sistem diseminasi informasi.
Upaya penanggulangan bencana alam harus berdasarkan konsep manajemen bencana yang baik. Manajemen ini merupakan suatu siklus kegiatan yang mencakup tahapan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, pembangunan. Mitigasi bencana sangatlah perlu untuk mengurangi resiko bencana. Selain itu mitigasi bencana merupakan tanggung jawab bersama baik itu pemerintah maupun akademisi.
Terakhir Prof.Nanang T.Puspito mengatakan "Higai ga wasureru toki ni yatte kuru" yang artinya adalah bencana itu datang pada saat kita sudah melupakannya. Oleh karena itu kita diharuskan untuk selalu waspada akan datangnya bencana alam.
Sumber : Berita Institut Tehnologi Bandung
Berita Terkait..dari Bandung-CyberNews.
Pakar gempa ITB, Nanang T Puspito meminta agar proses pemberian peringatan kemungkinan terjadinya tsunami akibat gempa besar dapat dikemas kembali. Dia khawatir langkah pembatalan tanpa disertai penjelasan yang memadai dari lembaga terkait bisa merongrong kepercayaan publik.
Hal tersebut dikemukakan Nanang T Puspito seusai menggelar Pidato Ilmiah Guru Besar ITB bertajuk "Kontribusi Seismologi Pada Riset dan Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami" di Bandung, Jumat (25/6).
Untuk itu, dia menilai rumusan pemilihan bahasa yang tepat dalam proses peringatan tsunami. Pernyataan itu sekaligus agar bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa secara keilmuan tsunami itu benar terjadi, walaupun dengan tinggi tsunami yang kecil dan tidak mengakibatkan bencana.
"Ini perlu komunikator andal, termasuk untuk menjelaskan tsunami memang terjadi kendati dengan tinggi 10 cm. Tidak selalu dengan bahasa pembatalan," tandasnya.
Menurut doktor seismologi jebolan University Of Tokyo Jepang itu, publik selalu mengasosiasikan tsunami dengan tinggi gelombang sampai puluhan meter. Padahal secara keilmuan, tsunami ada pula yang terjadi hanya dalam hitungan centimeter.
Berdasarkan pengamatannya, cukup banyak peringatan tsunami yang dibatalkan karena tsunami yang terjadi tidak signifikan. Jika langkah itu sering dilakukan dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik dalam merespon peringatan itu.
Ditambahkan, kondisi tersebut berpotensi membuat masyarakat semakin jauh dari kemampuan tanggap terhadap bencana yang terjadi. Pasalnya, dia mengutip pribahasa Jepang, bencana kerap kali datang saat kita sudah melupakannya.
Terkait sistem peringatan tsunami di Tanah Air, Nanang T Puspito menilai sistem yang ada yang dikelola BMKG sudah terbilang andal. Mereka mampu mengolah data teknis sejak gempa terjadi selama 3 menit. Tahapan krusial berada di tahapan 3-5 menit berikutnya.
Proses itu tidak lagi semata-mata memerlukan alat tapi lebih kepada kemampuan menganalisis sumber daya manusia. Dalam tahapan itulah, keputusan mengeluarkan peringatan tsunami dilakukan. Kemampuan mengolah data teknis kegempaan dan data pendukung di antaranya seperti sifat patahan di sumber gempa akan berperan penting.
Dia juga berharap agar petugas BMKG berani lebih cepat memutuskan pencabutan peringatan tsunami demi menjaga suasana psikologi masyarakat yang terkena getaran.
Berdasarkan sejumlah riwayat kejadian, penjalaran gelombang tsunami lokal yang sering terjadi di Indonesia, ke pantai terdekat yang terkena dampak adalah 10-50 menit. "Satu jam semenjak gempa terjadi agak lama, mestinya dipercepat," tandasnya.
BANDUNG, itb.ac.id - "Serangkaian bencana gempa dan tsunami pada tahun-tahun terakhir ini menegaskan bahwa kita hidup di wilayah yang rawan akan gempa dan tsunami." ujar Prof. Nanang T.Puspito saat menyampaikan pidato ilmiah pada Jumat (25/06/10) di Balai Pertemuan Ilmiah ITB. Pidato ilmiah yang berjudul "Kontribusi Seismologi Pada Riset dan Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami" ini membahas mengenai seismologi dan tsunami, kontribusi pada riset tsunami, dan kontribusi pada mitigasi bencana.
Dua puluh lima persen bencana alam yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh gempa. Dan data statistik menunjukkan bahwa Kepulauan Indonesia setiap dua-tiga tahun sekali terjadi gempa yang menyebabkan tsunami. Bencana gempa dan tsunami ini mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, kerugian materi, rusaknya sarana prasarana, hingga rusaknya lingkungan hidup. Dipastikan bahwa bencana gempa dan tsunami selalu mengancam wilayah Kepulauan Indonesia, karena Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang sangat kompleks dan aktif.
Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa. Pada saat ini tantangan terbesar dalam Seismologi adalah prediksi gempa yang saat ini belum terselesaikan. Sejauh ini penelitian baru sampai di studi prekursor gempa atau tanda-tanda awal gempa. Salah satu contoh studi prekursor gempa adalah ditemukan adanya anomali Total Electron Content (TEC) di ionosfer di atas enam stasiun pengamatan di Sumatera pada saat lima hari sebelum terjadinya gempa Aceh (26/12/04).
Tsunami yang terjadi diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu tsunami lokal dan tsunami global. Tsunami lokal adalah tsunami yang dampaknya bersifat lokal terbatas pada area tertentu dan jarak antara sumber dengan pantai relatif dekat. Sedangkan tsunami global adalah tsunamai yang dampaknya meluas hingga melintas benua. Pada tsunami lokal, waktu yang diperlukan antara 10-50 menit berbeda dengan tsunami lokal yang waktu tempuhnya bisa sampai 24 jam.
Kontribusi Pada Riset dan Mitigasi
Menurut Prof. Nanang T.Puspito telah terjadi 184 tsunami dari tahun 1600 hingga 2007 di Indonesia. Dari data-data tersebut dibuatlah suatu simpulan bahwa 92% tsunami dibangkitkan oleh gempa dengan magnitud yang lebih besar dari 6 skala richter dan 55% disebabkan oleh gempa lebih dari 7 skala richter. Selain itu dibuatlah suatu pemodelan tsunami, salah satu contohnya adalah pemodelan tsunami Aceh yang memerlukan waktu 15-25 menit untuk menjalarnya gelombang tsunami ke pantai barat Sumatra.
Pemerintah Indonesia memprogramkan Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) setelah mengalami tsunami Aceh yang memakan ratusan ribu jiwa. Sebagian besar tsunami di Indonesia memakan waktu tempuh 5-40 menit untuk penjalaran gelombang, oleh karena itu dibuatlah suatu peringatan tsunami yang akan diberitahukan pada masyarakat setelah 5 menit gempa. Desain Ina-TEWS sendiri terdiri dari empat komponen utana yaitu sistem pemantau gempa, sistem pemantau muka air laut, basis data simulasi tsunami dan sistem diseminasi informasi.
Upaya penanggulangan bencana alam harus berdasarkan konsep manajemen bencana yang baik. Manajemen ini merupakan suatu siklus kegiatan yang mencakup tahapan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, pembangunan. Mitigasi bencana sangatlah perlu untuk mengurangi resiko bencana. Selain itu mitigasi bencana merupakan tanggung jawab bersama baik itu pemerintah maupun akademisi.
Terakhir Prof.Nanang T.Puspito mengatakan "Higai ga wasureru toki ni yatte kuru" yang artinya adalah bencana itu datang pada saat kita sudah melupakannya. Oleh karena itu kita diharuskan untuk selalu waspada akan datangnya bencana alam.
Sumber : Berita Institut Tehnologi Bandung
Berita Terkait..dari Bandung-CyberNews.
Pakar gempa ITB, Nanang T Puspito meminta agar proses pemberian peringatan kemungkinan terjadinya tsunami akibat gempa besar dapat dikemas kembali. Dia khawatir langkah pembatalan tanpa disertai penjelasan yang memadai dari lembaga terkait bisa merongrong kepercayaan publik.
Hal tersebut dikemukakan Nanang T Puspito seusai menggelar Pidato Ilmiah Guru Besar ITB bertajuk "Kontribusi Seismologi Pada Riset dan Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami" di Bandung, Jumat (25/6).
Untuk itu, dia menilai rumusan pemilihan bahasa yang tepat dalam proses peringatan tsunami. Pernyataan itu sekaligus agar bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa secara keilmuan tsunami itu benar terjadi, walaupun dengan tinggi tsunami yang kecil dan tidak mengakibatkan bencana.
"Ini perlu komunikator andal, termasuk untuk menjelaskan tsunami memang terjadi kendati dengan tinggi 10 cm. Tidak selalu dengan bahasa pembatalan," tandasnya.
Menurut doktor seismologi jebolan University Of Tokyo Jepang itu, publik selalu mengasosiasikan tsunami dengan tinggi gelombang sampai puluhan meter. Padahal secara keilmuan, tsunami ada pula yang terjadi hanya dalam hitungan centimeter.
Berdasarkan pengamatannya, cukup banyak peringatan tsunami yang dibatalkan karena tsunami yang terjadi tidak signifikan. Jika langkah itu sering dilakukan dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik dalam merespon peringatan itu.
Ditambahkan, kondisi tersebut berpotensi membuat masyarakat semakin jauh dari kemampuan tanggap terhadap bencana yang terjadi. Pasalnya, dia mengutip pribahasa Jepang, bencana kerap kali datang saat kita sudah melupakannya.
Terkait sistem peringatan tsunami di Tanah Air, Nanang T Puspito menilai sistem yang ada yang dikelola BMKG sudah terbilang andal. Mereka mampu mengolah data teknis sejak gempa terjadi selama 3 menit. Tahapan krusial berada di tahapan 3-5 menit berikutnya.
Proses itu tidak lagi semata-mata memerlukan alat tapi lebih kepada kemampuan menganalisis sumber daya manusia. Dalam tahapan itulah, keputusan mengeluarkan peringatan tsunami dilakukan. Kemampuan mengolah data teknis kegempaan dan data pendukung di antaranya seperti sifat patahan di sumber gempa akan berperan penting.
Dia juga berharap agar petugas BMKG berani lebih cepat memutuskan pencabutan peringatan tsunami demi menjaga suasana psikologi masyarakat yang terkena getaran.
Berdasarkan sejumlah riwayat kejadian, penjalaran gelombang tsunami lokal yang sering terjadi di Indonesia, ke pantai terdekat yang terkena dampak adalah 10-50 menit. "Satu jam semenjak gempa terjadi agak lama, mestinya dipercepat," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar